Suara Adzan di Belanda
Tengah hari, ketika saya tidak bekerja dan tinggal di rumah, sayup-sayup terdengar suara adzan.
Sejenak saya termenung. Sudah bertahun-tahun saya tinggal di Belanda
dan tidak pernah sebelumnya mendengar suara adzan di sini.
Beberapa bulan lalu saya pindah rumah ke kota Utrecht, kota pelajar di Belanda. Saya tinggal di daerah yang diberi nama Lombok. Daerah ini terkenal sebagai tempat berkumpulnya kaum imigran. Toko-toko Turki dan Maroko berjejer di jalan utama, semuanya ada dari sayur, buah sampai baju-baju.
Uniknya nama-nama jalan di sana diberi nama berdasarkan nama-nama pulau di Indonesia. Ada jalan Bali, Jawa, Sumatra, Riau. Di daerah Lombok Anda serasa tidak di Belanda karena suasana islam sangatlah kental.
Ketika pertama kali mendengar suara adzan di Lombok, saya sempat berpikir mungkin saya sedang ketiduran dan mimpi sedang berada kampung tempat saya dibesarkan. Suara adzan yang sering saya dengar itu memang tidak sekeras yang biasa terdengar di Indonesia. Tapi cukup jelas.
Adzan berasal dari sebuah masjid yang letaknya di pojokan jalan, sekitar 100 meter dari rumah saya. Masjid Turki itu bernama Ulu Jami. Walau sering lewat di depan masjid, saya sendiri belum pernah masuk ke sana.
Dari luar, masjid itu sama sekali tidak kelihatan seperti masjid. Bentuknya sama seperti gedung-gedung lainnya, cuma ada tulisan nama masjid. Saya baca di internet, gedung ini dulunya tempat pemandian umum.
"Masjid itu sudah lama di situ," kata tetangga saya yang berasal dari Turki. Dia sudah hampir sepuluh tahun membuka toko kelontong di Lombok. Sebagai muslim dia sendiri kadang-kadang ke sana kalau punya waktu.
Di Belanda semakin banyak penduduk Muslim, jumlahnya mencapai jutaan. Tidak heran kalau semakin banyak masjid didirikan di negara kincir angin ini. Saya beberapa kali membaca di media tentang keluhan warga yang tinggal di dekat masjid karena merasa terganggu dengan suara adzan. Sampai ada debat parlemen segala tentang boleh tidaknya masjid mengumandangkan suara adzan.
Tetangga Turki saya yang ramah dan murah senyum itu mengatakan, memang pernah ada beberapa warga yang protes. "Makanya pemerintah kota menetapkan suara adzan tidak boleh dikumandangkan malam hari dan pagi-pagi." Ini menjelaskan kenapa saya hanya mendengar suara adzan pada siang hari, saat adzan Zuhur.
Walau terkenal sebagai daerah Turki dan Maroko, banyak warga Belanda asli yang tinggal di sana. Lombok tergolong wilayah yang sangat diminati karena letaknya yang strategis, dekat stasiun kereta.
Di sebelah rumah saya tinggal pasangan muda Evelien dan Peipen. Mereka baru saja tinggal bersama. Evelien sudah lama tinggal di Lombok. "Biasanya Jumat siang saya dengar suara adzan, kalau saya pergi ke supermarket dekat masjid," kata Evelien ketika saya tanya apa dia juga pernah mendengar suara adzan.
Pasangan muda ini menyatakan sama sekali tidak terganggu dengan suara adzan yang kadang-kadang mereka dengar. "Suara dari masjid itu sesuai untuk wilayah Lombok ini," kata Evelien. Ia tentu saja merujuk pada banyaknya warga Muslim di Lombok.
"Sayang ya, kita tidak tahu arti lagu itu," kata Peipen menimpali. "Bukan lagu, itu kan ayat-ayat yang diulang-ulang. Allahu Akbar," sanggah Evelien. Mereka kemudian terlibat dalam diskusi tentang apa itu adzan.
Dua-duanya tidak begitu tahu apa makna adzan. Saya kemudian menjelaskan kepada mereka. "Mungkin adzan itu sebaiknya diterjemahkan dalam Bahasa Belanda, jadi kan kita tahu artinya," usul Peipen.
Mendengar suara adzan di sebuah tempat yang letaknya ribuan kilometer dari tanah kelahiran saya sangat mengesankan. Perasaan haru kadang hinggap karena kerinduan pada kampung halaman datang bersama alunan suara adzan yang mengingatkan saya pada masa kecil, pada rumah, teman dan keluarga di Indonesia.
Di depan masjid ada lahan kosong yang sekarang sedang dibangun masjid baru. Tampaknya akan menjadi masjid yang besar dengan dua menara tinggi. Saya penasaran apakah dengan datangnya masjid baru nanti suara adzan akan lebih sering terdengar di Lombok. Yang jelas, untuk sekarang saya sudah gembira dengan suara adzan yang kadang-kadang sayup terdengar di rumah mungil saya yang letaknya ribuan kilometer dari tanah air.
Beberapa bulan lalu saya pindah rumah ke kota Utrecht, kota pelajar di Belanda. Saya tinggal di daerah yang diberi nama Lombok. Daerah ini terkenal sebagai tempat berkumpulnya kaum imigran. Toko-toko Turki dan Maroko berjejer di jalan utama, semuanya ada dari sayur, buah sampai baju-baju.
Uniknya nama-nama jalan di sana diberi nama berdasarkan nama-nama pulau di Indonesia. Ada jalan Bali, Jawa, Sumatra, Riau. Di daerah Lombok Anda serasa tidak di Belanda karena suasana islam sangatlah kental.
Ketika pertama kali mendengar suara adzan di Lombok, saya sempat berpikir mungkin saya sedang ketiduran dan mimpi sedang berada kampung tempat saya dibesarkan. Suara adzan yang sering saya dengar itu memang tidak sekeras yang biasa terdengar di Indonesia. Tapi cukup jelas.
Adzan berasal dari sebuah masjid yang letaknya di pojokan jalan, sekitar 100 meter dari rumah saya. Masjid Turki itu bernama Ulu Jami. Walau sering lewat di depan masjid, saya sendiri belum pernah masuk ke sana.
Dari luar, masjid itu sama sekali tidak kelihatan seperti masjid. Bentuknya sama seperti gedung-gedung lainnya, cuma ada tulisan nama masjid. Saya baca di internet, gedung ini dulunya tempat pemandian umum.
"Masjid itu sudah lama di situ," kata tetangga saya yang berasal dari Turki. Dia sudah hampir sepuluh tahun membuka toko kelontong di Lombok. Sebagai muslim dia sendiri kadang-kadang ke sana kalau punya waktu.
Di Belanda semakin banyak penduduk Muslim, jumlahnya mencapai jutaan. Tidak heran kalau semakin banyak masjid didirikan di negara kincir angin ini. Saya beberapa kali membaca di media tentang keluhan warga yang tinggal di dekat masjid karena merasa terganggu dengan suara adzan. Sampai ada debat parlemen segala tentang boleh tidaknya masjid mengumandangkan suara adzan.
Tetangga Turki saya yang ramah dan murah senyum itu mengatakan, memang pernah ada beberapa warga yang protes. "Makanya pemerintah kota menetapkan suara adzan tidak boleh dikumandangkan malam hari dan pagi-pagi." Ini menjelaskan kenapa saya hanya mendengar suara adzan pada siang hari, saat adzan Zuhur.
Walau terkenal sebagai daerah Turki dan Maroko, banyak warga Belanda asli yang tinggal di sana. Lombok tergolong wilayah yang sangat diminati karena letaknya yang strategis, dekat stasiun kereta.
Di sebelah rumah saya tinggal pasangan muda Evelien dan Peipen. Mereka baru saja tinggal bersama. Evelien sudah lama tinggal di Lombok. "Biasanya Jumat siang saya dengar suara adzan, kalau saya pergi ke supermarket dekat masjid," kata Evelien ketika saya tanya apa dia juga pernah mendengar suara adzan.
Pasangan muda ini menyatakan sama sekali tidak terganggu dengan suara adzan yang kadang-kadang mereka dengar. "Suara dari masjid itu sesuai untuk wilayah Lombok ini," kata Evelien. Ia tentu saja merujuk pada banyaknya warga Muslim di Lombok.
"Sayang ya, kita tidak tahu arti lagu itu," kata Peipen menimpali. "Bukan lagu, itu kan ayat-ayat yang diulang-ulang. Allahu Akbar," sanggah Evelien. Mereka kemudian terlibat dalam diskusi tentang apa itu adzan.
Dua-duanya tidak begitu tahu apa makna adzan. Saya kemudian menjelaskan kepada mereka. "Mungkin adzan itu sebaiknya diterjemahkan dalam Bahasa Belanda, jadi kan kita tahu artinya," usul Peipen.
Mendengar suara adzan di sebuah tempat yang letaknya ribuan kilometer dari tanah kelahiran saya sangat mengesankan. Perasaan haru kadang hinggap karena kerinduan pada kampung halaman datang bersama alunan suara adzan yang mengingatkan saya pada masa kecil, pada rumah, teman dan keluarga di Indonesia.
Di depan masjid ada lahan kosong yang sekarang sedang dibangun masjid baru. Tampaknya akan menjadi masjid yang besar dengan dua menara tinggi. Saya penasaran apakah dengan datangnya masjid baru nanti suara adzan akan lebih sering terdengar di Lombok. Yang jelas, untuk sekarang saya sudah gembira dengan suara adzan yang kadang-kadang sayup terdengar di rumah mungil saya yang letaknya ribuan kilometer dari tanah air.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar